Beban Emosi Pemimpin

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob

Dalam media sosial, kita sering melihat perseteruan antar-individu, bahkan tokoh-tokoh publik. Beragam reaksi dapat kita amati dari mereka yang berseteru ini. Ada yang semakin emosional berusaha untuk saling membalas, tetapi ada juga yang menanggapi dengan tenang sampai mengundang simpati.

Sosiolog Arlie Hochshild mengungkapkan istilah “pekerja emosional” yang merujuk pada mereka yang menanggung beban emosional dikarenakan sifat pekerjaannya.

Yang paling umum adalah para petugas servis yang selalu berada di garis depan untuk berhubungan langsung dengan pelanggan, menghadapi beragam keluhan mereka terhadap permasalahan yang solusinya pun bisa jadi di luar kontrol mereka.

Yang sering terlupakan adalah para pemimpin di organisasi. Banyak pembahasan mengenai bagaimana pemimpin mengakibatkan stres pada bawahan, pemimpin yang memiliki kuasa lebih besar untuk bersikap dan bertindak.

Kita lupa bahwa mereka pun memiliki beban emosional untuk mengambil keputusan dalam situasi yang masih tidak jelas, mengambil keputusan tidak popular yang sering kali tidak dipahami oleh bawahannya sehingga harus menerima pandangan kekecewaan dari mereka.

Bagaimana mereka juga harus menerima tanggung jawab atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya baik yang tidak disengaja atau disengaja sekalipun.

Mereka dituntut untuk selalu menjadi panutan, menunjukkan empati, dapat mengayomi anak buahnya, lupa bahwa mereka pun manusia biasa yang mungkin sedang mengalami stres dan membutuhkan waktu untuk diri mereka sendiri.

Tuntutan kepada pemimpin tidak sekadar pada keterampilannya mengelola kinerja organisasi, tetapi juga bagaimana ia mengelola kekuatan emosinya. Sebagai personifikasi organisasi, kegagalan pemimpin dalam mengelola sikap empatinya, bahkan dapat merusak reputasinya dan mengakibatkannya kehilangan jabatan oleh tekanan publik.

Menghadapi berbagai situasi ekonomi, politik, perubahan iklim, dan kesehatan lingkungan belakangan ini, para pemimpin semakin perlu menguatkan keterampilan mereka dalam mengelola kekuatan emosinya.

Pertama, setiap pemimpin harus siap menghadapi krisis demi krisis.

Krisis tidak menunggu antrean. Belum selesai pandemi menghantam, situasi panas Rusia-Ukraina sudah menghampiri, dilanjutkan dengan perang dingin China dan negara-negara Barat yang terus memberikan tekanan pada situasi ekonomi.

Mengelola Energi

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob Kita melihat semakin banyak orang muda yang mengalami penyakit...

Banyan Group Bermitra dengan Urasaya Property

Untuk Hunian Bermerek Mewah Pertama di Nakhon Si Thammarat  Terletak di pantai teluk Thailand, Banyan...

Genki Sushi: “From Japan to You” ke Fukuoka

Setelah sukses dengan kampanye "From Japan to You" tahun lalu, yang menampilkan hidangan khas...

- A word from our sponsor -