Bahasa Emotif

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob

Kita sering mendengar pernyataan, “Yang penting adalah isi, bukan kemasannya.” Namun, tidak dapat dimungkiri kemasan yang cantik dapat menaikkan nilai jual suatu produk. Betapa sering kita tergoda untuk membeli suatu produk, bahkan mungkin membayar lebih mahal karena kemasan yang jauh lebih cantik meski kita sadar bahwa kemasan tersebut tidak memiliki manfaat fungsional.

Demikian juga dengan komunikasi. Menyampaikan suatu pesan tidak hanya tergantung isi beritanya, tetapi juga ditentukan cara penyampaiannya. Bagaimana kesan yang diterima oleh penerima pesan setelah mendengar berita yang disampaikan sebenarnya juga masih merupakan tanggung jawab pemberi pesan? Orang bisa ikut bersemangat bila pemberi pesan memberi bumbu nada semangat.

Namun, dampak bisa sebaliknya. Bisa saja maksud pemberi berita memberi semangat, tetapi nadanya meragukan. Meskipun disampaikan dengan kalimat yang kurang lebih sama, kalau cara penyampaiannya berbeda, bisa membuat penerima pesan mendapatkan kesan berbeda. Dampak dan langkah yang diambil pun bisa berbeda dari yang diharapkan oleh pemberi pesan.

Para professional komunikasi, seperti praktisi PR, penulis, dan pembicara seminar menyadari bahwa the key is not what is said, but how it is said. 

Namun, banyak praktisi bisnis dan politik yang sering tidak mampu memanfaatkan bobot emosi yang dapat membuat pesan lebih produktif. Kekuatan apa yang membedakan karakter-karakter pesan ini? Di sinilah bahasa emotif berperan, ketika mengungkapkan suatu pesan dengan memberikan warna emosi yang tepat.

Bahasa emotif adalah retorik yang biasa digunakan untuk membuat ungkapan lebih berpengaruh. Ada pemilihan kata-kata, ada juga penekanan nada yang dapat membuat pendengarnya lebih tergelitik emosinya.

Banyak emosi positif dapat membumbui kalimat yang kita gunakan, seperti rasa gembira, bangga, berminat, berharap atau bersyukur. Sebaliknya, kita juga bisa membumbui kalimat-kalimat kita dengan rasa takut, tidak senang, marah, sedih sampai yang membuat tersinggung.

Kalimat seperti “minggu ini saya sangat sibuk” yang diucapkan dengan desah nafas penuh kekesalan akan memberi kesan berbeda dengan kalimat “minggu ini jadwal saya penuh” yang diucapkan dengan nada prihatin.

Bahasa emotif memang dapat mentransformasi kalimat dan mengarahkan penerima pesan. Pemilihan satu kata yang berkonotasi negatif ataupun positif akan membawa dampak yang berbeda.

Banyak pebisnis yang tidak mau menggunakan kata “bangkrut” “rugi” pada saat membicarakan keadaan perusahaannya yang sedang mengalami kesulitan. Padahal rugi atau bangkrut sebenarnya menggambarkan realita bisnisnya.

Memanfaatkan bahasa emotif di pekerjaan

Kita dapat menggunakan cara yang berbeda-beda mengenai pergantian jabatan dan memberikan dampak yang berbeda. Antara menggunakan kata “mencopot jabatan”, “digantikan oleh”, atau “diteruskan oleh” akan memberikan kesan yang berbeda meskipun mengandung pengertian yang sama.

Marriott International Rayakan Momen Penting Menuju Nol Bersih

Marriott International, Inc. (Nasdaq: MAR) telah memverifikasi target pengurangan emisi jangka pendek dan jangka...

Halal Bihalal Mangkuluhur Artotel Suites

Siap Hangatkan Suasana Pasca Idul Fitri Dalam rangka merayakan kemenangan Hari Raya Idul Fitri, Mangkuluhur...

Babak Baru MGallery dengan Peluncuran Kampanye Globalnya 

Dimulainya 2024, MGallery semakin bertekad untuk menggiatkan “M” yang ikonik, yang sekarang identik dengan...

- A word from our sponsor -