Budaya Korporasi “New Normal”

Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob

Sadarkah kita bahwa budaya korporasi adalah bumbu rahasia suatu perusahaan? Perusahaan yang satu bisa berbeda dari perusahaan yang lain walaupun bahan, kelas, dan tingkatan sumber daya manusianya sama. Ada yang bereaksi secepat kilat, baik petugas customer service, security, manajer, sampai direkturnya.

Ada juga perusahaan yang terlihat sangat berorientasi pada hasil, mengabaikan unggah-ungguh yang tidak perlu sehingga mereka bergerak dengan gesit sekali.

Hal-hal inilah yang membuat ciri khas perusahaan tersebut terasa oleh stakeholder-nya dan karenanya berdampak pada produktivitas mereka. Terkadang, budaya perusahaan tidak perlu dirumuskan panjang lebar. Dari persinggungan dengan perusahaan, kita dapat merasakan kekhasannya. 

Kita sudah membuktikan bahwa menggarap dan memelihara budaya perusahaan ini cukup strategically relevant dan membuat perusahaan memiliki daya tahan yang lebih baik. Namun, apa daya, saat pandemi melanda seperti sekarang, ketika individu terbatas oleh jarak, proses tular-menular spirit memang jadi terhambat.

Kebiasaan-kebiasaan baik yang menjadi dasar pengambilan keputusan bisa-bisa luntur bila tidak digaungkan. Kita perlu memikirkan cara untuk tetap mengangkat budaya perusahaan ini dalam kondisi berbeda.

Selama pandemi, produktivitas menjadi fokus semua perusahaan. Kita lupa bahwa yang membuat produksi kita menjadi berbeda dan lebih berdaya saing adalah karena cara produksi yang diwarnai dengan sikap dan kebiasaan tertentu.

Pada masa pandemi ini, kita tidak boleh membiarkan  budaya yang sering diartikan sebagai “the way things get done around here” dan “what people do when no one is looking,” menjadi tenggelam. Hal ini tentunya membutuhkan upaya ekstra mengingat posisi karyawan berjauhan satu sama lain.

“The end of command and control”

Kita pasti setuju bahwa pada masa krisis ini work have to be done. Kita berfokus pada deadline dan mendorong karyawan untuk terus berproduksi. Namun, kita perlu ingat adanya hal-hal lain seperti kesehatan dan mood yang juga muncul di permukaan di samping produktivitas. Kita sudah dipaksa untuk menerima kemungkinan home office berlaku selamanya.

Pekerjaan rumah para pemimpin adalah menemukan keseimbangan baru antara bekerja mandiri dan bekerja tim. Kita perlu mencari ukuran pas ketika individu memang nyaman dan tetap berproduksi optimal ketika sendirian, tanpa pengawasan lagi.

Saat sekarang, inovasi adalah jalan keluar. This is the time to do something new, something different. Penjualan yang bisa jadi banyak berkurang akibat pandemi ini merupakan kesempatan yang baik sekali bagi para pimpinan dan organisasi untuk berbenah diri, memfokuskan energi pada pengembangan internal yang pada hari-hari biasa bisa jadi tersisihkan karena kesibukan mengejar proyek.

Baca juga: Aha, One Man Show!

Gaya bekerja pun perlu diubah dalam memasuki era new normal ini. Ada manajer yang tadinya lembut keibuan tiba-tiba sekarang kuat sekali menarik kendali kontrol secara virtual. Manajer tidak bisa lagi memilih untuk hanya bisa bekerja dengan cara tatap muka. Text message sudah menjadi moda utama komunikasi.

Menguatkan budaya perusahaan di era “new normal”

Budaya mampu menjadi competitive advantage perusahaan. Talenta yang bagus senang bekerja pada perusahaan dengan budaya yang kuat. Ia juga tidak mudah dicontek walaupun kompetitor memegang seluruh rangkaian proses bisnis kita.

Mengelola Energi

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob Kita melihat semakin banyak orang muda yang mengalami penyakit...

Banyan Group Bermitra dengan Urasaya Property

Untuk Hunian Bermerek Mewah Pertama di Nakhon Si Thammarat  Terletak di pantai teluk Thailand, Banyan...

Genki Sushi: “From Japan to You” ke Fukuoka

Setelah sukses dengan kampanye "From Japan to You" tahun lalu, yang menampilkan hidangan khas...

- A word from our sponsor -