Baper

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob

Seorang teman adalah eksekutif sekaligus pemilik perusahaan yang sukses. Insting bisnisnya sangat kuat meskipun prestasi akademinya dulu biasa saja. Namun, bila ia sudah berada dalam situasi pemecahan masalah, ia seolah bisa mengendus titik kelemahan dan mengambil keputusan yang tepat.

Ia sering mengaku memiliki indera keenam, peka terhadap perasaan, dan tahu apa yang dibutuhkan orang lain. Namun di sisi lain, ia mudah terbawa perasaan. Komentar yang mungkin biasa saja bagi orang lain, bisa saja membuatnya sulit tidur, memikirkannya siang dan malam.

Teman-temannya kerap mengatakan ia terlalu berlebihan dalam menginterpretasikan suatu hal. Dalam pengukuran yang dilakukan Robert Hogan, ia tergolong memiliki interpersonal sensitivity yang tinggi.

Digabungkan dengan adjustment yang rendah, kita dapat melihatnya sebagai pribadi yang sering terbawa perasaan (baper) dalam situasi yang sebenarnya bisa saja dilihat dari sisi lain yang lebih obyektif. Ada juga yang menyebutnya sebagai orang berkuping tipis, sulit mendengar masukan maupun komentar negatif.

Pada 25 tahun yang lalu, gagasan tentang kepekaan tinggi menarik perhatian dunia ketika Dr Elaine Aron menerbitkan bukunya The Highly Sensitive Person. Di dalamnya, Aron menggambarkan bagaimana 20-30 persen dari populasi memproses informasi dari dalam maupun lingkungan sekitar mereka secara mendalam.

Ahli ini juga mengatakan, selain keuntungan bahwa mereka yang memiliki kepekaan tinggi ini akan lebih mudah menjalin relasi dengan orang lain, mereka pun harus mengatasi tantangan akibat sering berpikir berlebihan sehingga menghabiskan energi mereka sendiri untuk hal-hal yang tidak perlu.

Plus–minus sensitivitas

Menjadi pribadi yang sensitif di tempat kerja seringkali terasa seperti pisau bermata dua. Rekan kerja kita mungkin menghargai sifat murah hati, kedalaman emosi, dan kehangatan kita. Di sisi lain, ketika menghadapi hal-hal yang menekan seperti menerima umpan balik, emosi kita dapat bergerak tanpa kendali, berubah secara tiba-tiba.

Mungkin kita bisa merasa hancur oleh kritik yang sebenarnya konstruktif bagi pengembangan diri kita. Di tempat kerja yang didominasi kekuatan dan kekuasaan, orang-orang yang sangat sensitif akan merasa bahwa ia lemah. Padahal banyak juga bukti yang menunjukkan, sensivitas tinggi yang dimanfaatkan dalam dunia kerja dapat membuat kinerja justru lebih menonjol. 

Saat sekarang ketika otomatisasi semakin mendominasi masyarakat kita, kebutuhan akan pekerja dengan intuisi, kreativitas, empati, dan semua keterampilan yang dilandasi rasa justru menjadi semakin besar.

Kemampuan-kemampuan ini belum bisa direproduksi oleh teknologi sampai saat ini. Kemampuan dalam mendalami perasaan tim kerja kita dapat menjadi alat ampuh untuk meningkatkan engagement yang pada akhirnya akan berdampak positif pada produktivitas tim.

Mengelola Energi

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob Kita melihat semakin banyak orang muda yang mengalami penyakit...

Banyan Group Bermitra dengan Urasaya Property

Untuk Hunian Bermerek Mewah Pertama di Nakhon Si Thammarat  Terletak di pantai teluk Thailand, Banyan...

Genki Sushi: “From Japan to You” ke Fukuoka

Setelah sukses dengan kampanye "From Japan to You" tahun lalu, yang menampilkan hidangan khas...

- A word from our sponsor -