Membuat Dampak

Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob

Dengan berubahnya lingkungan ekonomi sebagai akibat dari pandemi dan perkembangan teknologi yang pesat, kebutuhan untuk membuat dampak yang kuat menjadi sangat penting. Dalam media sosial, kita dapat melihat bagaimana tokoh yang tiba-tiba membuat dampak besar dapat memiliki pengaruh sampai ke tokoh politik pun.

Namun, membuat dampak memang bukan perkara mudah. Banyak yang melakukan beragam upaya keras, tetapi tetap tidak memberikan efek yang signifikan.

Sebagai pemimpin, kita pun ingin menjadi pemimpin yang memiliki dampak ke organisasi, tim, bahkan sampai kepada pelanggan. Dampak adalah kekuatan memengaruhi lingkungan sekitar sehingga orang lain terinspirasi untuk melakukan tingkah laku positif.

Ungkapan John Maxwell yang mengatakan bahwa leadership is influence – nothing more, nothing less, perlu ditambahkan dengan terciptanya dampak ke lingkungan sekitar. Kemampuan memengaruhi tidak selamanya dapat membuat dampak.

Meskipun memang dengan berhasilnya kita memengaruhi orang lain, kesempatan membuat dampak tentunya menjadi lebih besar. Leaders influence, but not every leader produces impact. Untuk menjadi efektif, dampak yang terasa perlu ada secara berkesinambungan.

Intinya, dampak adalah pengaruh yang menginspirasi orang lain. Seorang pemimpin dapat memiliki pengaruh besar terhadap cara kerja, tata krama, sampai kepada kondisi mental anak buahnya.

Jadi, apa sebenarnya yang membedakan seorang pemimpin yang berhasil membuat dampak dengan yang tidak?

Pertama, pemimpin yang memiliki dampak biasanya terampil dalam mempraktikkan emotional agility. Pemimpin yang efektif biasanya tidak menyembunyikan perasaan dan penghayatan internalnya. Semua pembicaraan batin dan self talk-nya dilakukan dengan cara yang mindful dan produktif.  

Seorang pemimpin yang ingin bekerja dengan para pengikutnya, bahkan memiliki pengaruh pada orang di sekitarnya memang perlu menyelesaikan semua konflik dan kekhawatiran yang ada dalam dirinya dulu. Ia perlu selesai dengan dirinya sehingga kuat untuk agile secara emosional. Dengan demikian, apa pun masalahnya, emosi dan pikirannya tetap di bawah kontrol.

Pemimpin dengan emotional agility biasanya lebih mudah berkomunikasi secara transparan dengan para pengikutnya. Ia memberikan ruang terbuka pada mereka untuk dapat berterus terang menyatakan perasaan, pendapat maupun ide-ide mereka di forum. Ia perlu bersikap otentik dalam memberikan tanggapan sehingga anggota tim pun merasa diberdayakan dan dimudahkan. 

Sikap ini sangat dibutuhkan apalagi dalam situasi yang serba tidak jelas ini. Semakin terbuka dan transparan suasana kerja, semakin mudah para anggota kelompok mencapai sasarannya. Pemimpin dapat menjadi hub untuk informasi dan perputaran komunikasi. Dengan demikian, rasa percaya antar-anggota tim juga lebih mudah terbentuk. Individu yang sudah merasa “aman” dapat menjadi dirinya sendiri dan bisa berprestasi lebih optimal.

Destinasi Terbaik Wisata di Indonesia

DestinAsian Umumkan Pemenang dari Poling Readers’ Choice Awards 2024 Majalah DestinAsian sekali lagi mengumumkan hasil...

Vasaka Hotel Jakarta Sinergi Berbagi di Ramadhan

Tepat pada 23 Maret 2024, Vasaka Hotel Jakarta managed by Dafam menyelenggarakan acara buka...

Program Stiker Drive-Thru Pertama Starbucks di Indonesia

Meriahkan Ramadan Starbucks mengusung tema "A Cup of Kindness" pada Ramadan tahun ini dengan...

- A word from our sponsor -