Membangun Followership

Oleh Eileen Rachman dan Emilia Jakob

Be a leader, not a follower adalah pernyataan yang sudah umum kita dengar di mana-mana. Mulai dari spanduk di sekolah yang menunjukkan komitmen mereka untuk mendidik anak-anak menjadi pemimpin di masa depan, sampai iklan sepatu yang menjanjikan penggunanya akan memiliki kenyamanan untuk bergerak menjadi yang terdepan.

Menjadi pemimpin bisa jadi merupakan impian banyak orang. Terlepas dari tanggung jawab pemimpin yang jauh lebih besar, banyak orang mengartikannya sebagai posisi yang mendapatkan banyak privilege yang tidak dimiliki oleh yang lain. Sebaliknya, pengikut dianggap sebagai orang kebanyakan yang hanya pasrah terhadap arahan yang diberikan oleh pemimpin.

Jadi, posisi pengikut ini memang tidak populer. Bahkan banyak yang berasumsi bahwa pengikut itu pihak yang lemah, tidak memiliki kekuatan. Tapi saat sekarang, terutama di masa pemilu, pengikut menjadi penting.

Pengikut dianggap sebagai aset milik para pemimpin, seperti yang biasa kita dengar di ranah media sosial, “berapa follower-nya?” Semakin banyak follower, semakin naiklah kelas media sosialnya.

Organisasi pun mengharapkan para insan di dalamnya dapat menjadi pemimpin yang kuat. Banyak pelatihan mengenai kepemimpinan yang kerap dilakukan, bagaimana agar para individu memiliki karakter dominan untuk dapat menjadi pemimpin yang dapat memengaruhi orang lain. Tidak pernah ada pelatihan mengenai bagaimana menjadi pengikut yang baik.

Padahal dalam organisasi yang berbentuk piramida, bagaimana mungkin semua orang menjadi pemimpin? Apa yang terjadi dalam sebuah proses kerja sama bila semua orang hanya mau berbicara, mengarahkan, memengaruhi, tanpa ada yang mau mendengarkan, mengerjakan, dan mewujudkan harapan pemimpin? Apa artinya seorang pemimpin tanpa adanya pengikut.

Dalam sebuah pertemuan, Bill Gates mengakui bahwa tanpa karyawannya ia tidak mungkin berprestasi apa-apa. Fokus kita pada kepemimpinan, membuat kita bisa bisa teledor untuk berperan efektif sebagai pengikut.
Apakah followership itu?

Sebagaimana tidak semua leader memiliki kemampuan leadership, demikian juga tidak semua follower memiliki keterampilan followership. Ini berarti baik leadership maupun followership tidak mengacu kepada seseorang atau individu, melainkan kepada reaksi dan tepatnya peran yang mereka jalani.

Seorang leader dapat menjadi follower dari leader di atasnya. Demikian juga seorang follower dalam kesempatan berbeda dapat berperan sebagai leader. Jalan pikiran yang harus dibenahi adalah ketika kita berpikir bahwa seorang pemimpin akan terus menjadi pemimpin dan pengikut selamanya berada dalam posisi diarahkan.

Bicara Green Branding, LindungiHutan Undang Founder & CEO OXO Group Indonesia dalam Webinar Green Skilling

LindungiHutan telah menyelenggarakan webinar Green Skilling mendatangkan narasumber dari OXO Group Indonesia.Serial webinar Green...

Kementerian Perdagangan bersama Telkom Group dan Asosiasi Game Indonesia Adakan Event untuk Penggiat Game di Bandung

Kementerian Perdagangan bersama Telkom Group dan Asosiasi Game Indonesia berkolaborasi untuk memberikan wawasan kepada...

VRITIMES Memperluas Jaringan Media Melalui Kerjasama dengan Padusi.id, Sorogan.id, dan ParentsGuide.co

Jakarta, 3 Mei 2024 – Dalam rangka memperkuat jaringan distribusi berita dan meningkatkan variasi...

- A word from our sponsor -