Di ujung timur Pulau Belitung, terbentang sebuah lanskap menakjubkan yang siap mendefinisikan ulang arti dari “liburan tropis.” Tanjung Kelayang Reserve bukan sekadar tempat berlibur.
Ia adalah karya besar dari alam dan manusia—kawasan perlindungan seluas 350 hektar yang menyatukan konservasi, kemewahan, dan jejak sejarah dunia, di jantung geopark kelas dunia yang telah diakui UNESCO.
Belitung tidak hanya memesona lewat pasir putih dan bebatuan granit raksasanya yang fotogenik. Pulau ini memiliki sejarah panjang sebagai simpul penting dalam Jalur Sutra maritim, dengan bukti kuat berupa penemuan bangkai kapal Belitung dari abad ke-9 yang sarat keramik dan emas Dinasti Tang.
Kini, warisan itu hidup kembali dalam narasi Tanjung Kelayang Reserve—mengajak setiap tamu untuk bukan hanya melihat, tetapi menyelami kisahnya.


Kembali ke Alam, Tanpa Meninggalkan Kenyamanan
Tanjung Kelayang Reserve berdiri dengan filosofi: kemewahan tidak harus merusak. Lebih dari setengah kawasannya dibiarkan alami, menjadi habitat langka bagi tarsius Billiton, pohon Pelepak, hingga trenggiling Sunda yang terancam punah.
Sistem airnya menggunakan teknologi filtrasi alami dari tanah kaolin lokal, membuktikan bahwa inovasi bisa bersahabat dengan ekosistem.

“Kami percaya bahwa konservasi bukan sekadar melindungi, tapi menyatukan manusia dan alam dalam harmoni. Kami ingin setiap tamu pulang dengan kesadaran baru—bahwa liburan juga bisa menjadi kontribusi,” ujar Daniel Alexander Napitupulu, Direktur Tanjung Kelayang Reserve.