Pendekatan Ergo, Ego, Eco

Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob

Dari ungkapan “I hate Monday” sampai “thank God it’s Friday” kita semua menyadari, banyak sekali yang menganggap pekerjaan adalah suatu hal yang menyiksa.

Bahkan, banyak data menunjukkan semakin mudanya usia penderita penyakit-penyakit seperti jantung dan kolesterol yang dahulu kita pikir diderita oleh mereka yang berusia lanjut, sehingga dicurigai bahwa tingkat stres dalam bekerja menyumbang pada kenaikan angka ini.

Belum lagi penyakit yang berhubungan dengan mobilitas seperti sakit punggung karena terlalu banyak duduk dengan postur yang salah, atau akibat mengangkat barang berat seperti petugas-petugas bandara, juga yang dikarenakan gerakan-gerakan berulang seorang operator mesin yang tidak pernah dirotasi.

Banyak juga kita kenal orang yang terlalu berfokus pada pekerjaannya dan mengabaikan kesehatannya sendiri sementara perusahaan tidak menaruh peduli ketika sang karyawan tidak lagi dapat berproduksi bagi perusahaan.

Apakah dengan demikian berhenti bekerja menjadi solusinya, padahal bisa jadi sesungguhnya kita menikmati tantangan yang ada dalam pekerjaan kita?

Kita pun belum tentu bisa mendapatkan tempat kerja yang lebih baik lagi di tempat lain sementara tuntutan kebutuhan hidup pasti tidak bisa diabaikan. Di sisi lain, perusahaan pun akan mengalami kerugian bila kehilangan talenta-talenta terbaiknya yang mengundurkan diri karena kesehatan yang memburuk. 

Di sinilah konsep ergonomi harus menjadi pertimbangan penting di lingkungan kerja. Sayang sekali tidak semua pimpinan perusahaan ataupun karyawan menyadari pentingnya kenyamanan dan keamanan kerja ini.

Ergonomi terkait pada semua aspek dalam pekerjaan yang berhubungan dengan stres yang menekan fisik maupun mental manusia. Tekanan-tekanan itu bisa pada persendian, otot, syaraf, tulang, ataupun pendengaran dan kenyamanan kesehatan yang lebih umum.

Ilmu pengetahuan sudah meyakinkan kita bahwa solusi kreatif datang dari pemikiran yang relaks dan tubuh yang juga tidak tertekan atau kesakitan. Natalie Goldberg ahli Zen, mengatakan Creativity exists in the present moment. You can’t find it anywhere else.

Baca juga: Aha, One Man Show!

Bukankah kita juga menyadari bahwa ide-ide cemerlang sering muncul pada saat berenang, bersepeda ataupun ketika mandi di bawah pancuran air?

Jadi bila pikiran kita biarkan bebas, kita seolah bisa menemukan bola lampu lain. Pelawak Fannie Flagg mengatakan: “If you cage a wild thing, you can be sure it will die, but if you let it run free, nine times out of ten it will run back home.”

Penelitian neuroscience mengatakan bahwa cairan kreatif mengalir bila pikiran dan tubuh santai, terbuka dan jernih. Kondisi ini bisa kita dapatkan juga dengan cara-cara sederhana untuk microbreak seperti mengatur ulang perabot, jalan seputar halaman atau mengobrol santai dengan orang lain yang dapat membuat pikiran menjadi lebih jernih.

Tempayan Indonesian Bistro Rayakan Grand Opening dengan Penawaran Diskon 50%

Setelah sukses dengan rangkaian pembukaan hingga masa soft opening sejak Maret 2024, Tempayan Indonesian...

Hotel dengan Konsep Sport, Seni, dan Gaya Hidup

Hasil Kolaborasi Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) dengan Artotel Group  Senin, 22 April...

Breman85, Keunggulannya Secara Lugas Memadukan Keramahan Bali

Selamat datang di Breman85, di mana makanan lezat, bir yang luar biasa, dan suasana...

- A word from our sponsor -