Oleh: P.A. Kodrat Pramudho, Universitas Indonesia Maju (UIMA) Jakarta
Bagi banyak orang, nama Raden Ajeng Kartini mungkin hanya dikenal lewat buku pelajaran sekolah, gambar klasik di dinding ruang guru, atau upacara tahunan dengan kebaya dan sanggul.
Tapi, sejatinya Kartini adalah sesuatu yang jauh lebih besar. Ia adalah cahaya yang tak padam—yang tetap menyala meski lebih dari satu abad telah berlalu sejak ia menulis surat-suratnya yang menggugah dari Jepara.
Kartini adalah simbol kekuatan, suara yang muncul dari sunyi, dan harapan yang tumbuh di tengah batasan. Ia bukan hanya perempuan bangsawan Jawa yang resah melihat ketimpangan, tapi juga pemikir progresif yang mengguncang cara pandang terhadap perempuan dan pendidikan di zamannya.
Dan hari ini, Kartini masih hidup—dalam semangat, dalam aksi, dalam perempuan dan laki-laki yang percaya pada perubahan.
Kartini, dari Pena ke Panggung Perubahan
Kartini tidak turun ke medan perang. Ia tidak memimpin demo. Tapi ia menulis—dengan hati, dengan nyali.
Surat-suratnya kepada sahabat-sahabat di Belanda begitu terang, seolah membuka jendela bagi dunia luar untuk melihat realitas perempuan pribumi yang dibungkam adat dan budaya patriarki. Dari “Habis Gelap Terbitlah Terang”, lahirlah keberanian baru, lahirlah benih emansipasi.
Kartini tak hanya bicara soal pendidikan. Ia bicara tentang pilihan. Tentang ruang untuk berpikir dan bertindak. Tentang perempuan yang seharusnya bisa menentukan arah hidupnya sendiri, bukan sekadar mengikuti garis takdir yang ditentukan orang lain. Pemikiran-pemikirannya terasa sangat visioner, bahkan untuk ukuran hari ini.

Created by Ndoro Kakung
Apa Jadinya Kalau Tak Ada Kartini?
Mari bayangkan sebentar: apa jadinya Indonesia tanpa Kartini? Mungkin akses perempuan ke pendidikan masih terhalang tembok adat. Mungkin belum banyak perempuan yang bisa jadi guru besar, menteri, atau kepala daerah.
Tapi kini, berkat perjuangan awal Kartini dan mereka yang meneruskan semangatnya, perempuan bisa jadi apapun. Dokter, dosen, desainer, direktur—semuanya bukan mimpi yang terlalu tinggi.