Krisis Pertemanan dalam Kerja

Oleh Eileen Rachman & Emilia Jakob

Lika-liku hubungan antara atasan dan bawahan rasanya tak pernah habis dibahas. Bagaimana pola hubungan yang sehat, bagaimana membangun hubungan yang mendukung produktivitas, serta bagaimana seorang atasan hendaknya bersikap terhadap bawahan sehingga dapat meningkatkan engagement mereka terhadap organisasi adalah beberapa topik yang kerap muncul di kelas-kelas pelatihan.

Ada seorang CEO perusahaan yang sukses bercerita bahwa kunci keberhasilan perusahaannya merupakan hasil kerja tim. Ia memang berkawan baik dengan para bawahannya, sampai-sampai ada bawahan yang memberi anaknya nama yang sama dengan nama sang CEO ini dengan harapan bahwa sang anak akan memiliki kualitas-kualitas baik yang dimiliki atasannya.

Pada waktu senggang, CEO itu kerap melakukan kegiatan bersama para bawahannya, baik olahraga bersama, mencoba tempat makan baru, maupun saling mengunjungi keluarga masing-masing. Beberapa anggota timnya memang mengakui persahabatan ini. Namun, ternyata ada juga yang tidak termasuk dalam lingkaran pertemanan ini dengan berkomentar bahwa manajemen yang dilakukan CEO tadi menerapkan “like and dislike”.

Sementara di tempat lain, ada teman yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan teman sejati di pekerjaannya. Ia merasa sulit bicara dari hati ke hati dengan bawahannya. Ia merasa bawahan hanya mendekati dirinya ketika mereka membutuhkan sesuatu darinya. Ungkapan “it’s so lonely at the top” benar-benar ia rasakan.

Mereka yang menghabiskan banyak waktunya di tempat kerja, tetapi tidak mempunyai teman, bisa jadi merasakan isolasi sosial dan bahkan depresi. Studi yang dilakukan para ahli hubungan interpersonal mengatakan, di tempat kerja kita membutuhkan setidaknya lima orang kolega yang dekat di hati.

Untuk sampai merasakan “sense of belongingness”, kita membutuhkan sedikitnya tujuh orang yang kita percayai agar kita dapat mengekspresikan diri sendiri dengan jujur dan menikmati hubungan kelompok yang saling mendukung pada saat sulit maupun senang.

Kenyataannya, hubungan pertemanan di tempat kerja memang cukup menantang. Kita ingin bekerja dengan orang yang kita sukai, yang dapat memberikan energi positif untuk dapat semakin produktif. Namun, banyak yang khawatir bahwa unsur kedekatan juga akan membuat situasi menjadi tidak enak ketika terjadi friksi-friksi di tempat kerja.

Bahkan, ada yang menganggap hubungan yang terlalu erat di tempat kerja harus dihindari karena garis antara hubungan profesional dan personal sangat tipis. Sebuah studi menemukan bahwa 6 dari 10 manajer merasa kurang nyaman berkawan dengan atasan atau bawahannya di media sosial.

Namun, sebenarnya banyak juga hasil penelitian yang menunjukkan bahwa persahabatan di tempat kerja dapat menghasilkan hal produktif. Banyak perusahaan, seperti Google, Zappos, Dropbox, dan Southwest mempromosikan persahabatan dan bonding di antara karyawannya. Bahkan, karyawan Zappos menyebut diri mereka anggota “the Zappos family”.

Kalau hubungan kerja secara potensial dapat membuat kita bahagia, bagaimana caranya agar dapat meningkatkan kualitas pertemanan dan menjaga keseimbangannya sehingga bisa memberikan kontribusi yang positif?

Destinasi Terbaik Wisata di Indonesia

DestinAsian Umumkan Pemenang dari Poling Readers’ Choice Awards 2024 Majalah DestinAsian sekali lagi mengumumkan hasil...

Vasaka Hotel Jakarta Sinergi Berbagi di Ramadhan

Tepat pada 23 Maret 2024, Vasaka Hotel Jakarta managed by Dafam menyelenggarakan acara buka...

Program Stiker Drive-Thru Pertama Starbucks di Indonesia

Meriahkan Ramadan Starbucks mengusung tema "A Cup of Kindness" pada Ramadan tahun ini dengan...

- A word from our sponsor -