Pernah dengar cerita tentang owner bisnis yang trauma karena hiring tim Gen Z, tapi baru 2-3 hari malah keluar dan bikin masalah? Padahal, harapan owner, ketika nambah karyawan, artinya bisa membantu kerjaan supaya mudah tercapai goalnya.
Tapi, yang terjadi, mayoritas pengusaha merasa bahwa kalangan Gen Z yang masuk ke perusahaan mereka membawa dampak negatif dan merugikan bisnis.
Faktanya, baik Gen Z, Milenial, maupun Baby Boomers, tidak bisa semata menyalahkan generasi.
Mengutip dari Tweet @ribonk: “Gen Z lemah ngadepi jam kerja nggak manusiawi, Boomers lemah ngadepin otentifikasi digital dan simplifikasi proses, Milenial lemah ngadepin temen kantor yang lagi ada masalah sama pasangannya. Kita semua lemah, yang kuat cuma rezim.”
Kondisi Gen Z di Indonesia
Di Indonesia, Gen Z menghadapi berbagai tantangan di pasar kerja. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka pada kelompok usia 15-24 tahun mencapai 16,28% pada Agustus 2023. Ini merupakan salah satu yang tertinggi di antara kelompok usia lainnya.
Sebuah studi dari Deloitte menunjukkan bahwa hampir 50% dari Gen Z di seluruh dunia khawatir tentang keamanan pekerjaan mereka dan merasa stres karena ketidakpastian ekonomi yang dihadapi saat ini.
Dalam konteks Indonesia, tantangan ini diperparah oleh ketidakcocokan antara keterampilan yang dimiliki lulusan dan kebutuhan pasar kerja, serta rendahnya kualitas pendidikan di beberapa wilayah
Faktor yang Membuat Gen Z Dianggap Problematik
Beberapa faktor kenapa Gen Z sering dianggap ‘problematik’ di tempat kerja antara lain:
- Oknum sudah di hire, baru 3-7 hari keluar nggak pamit
- Oknum banyak yang memalsukan CV kerja, padahal nggak punya skill.
- Oknum gede gengsi, mau gaji gede perusahaan bagus, tapi nggak bisa kerja.
- Oknum lemah mental, sukanya kerja rebahan gaji jutaan.
- Oknum dianggap nggak punya etika kerja ke ‘senior’.
- Oknum dicap doyan berhutang tapi tidak mau bayar hutang.